Inilah Hubungan Iklan dan Budaya Populer, Seberapa Besar Efek Keduanya untuk Kita?
Selasa, 13 Maret 2018
Add Comment
Iklan dan budaya populer
sangat erat kaitanya begitu juga pengaruhnya, kita bisa melihat jika budaya massa (populer)
dilihat sebagai produk budaya yang relatif terstandarisasi, diseragamkan untuk
dikonsumsi oleh banyak orang, maka ada sebuah mekanisme yang bekerja pada skala
global dalam praktek standarisasi tersebut. Ada mekanisme yang mengatur budaya
massa (populer) sehingga bisa diterima oleh sejumlah orang dalam jumlah yang
sangat besar.
Di jaman sekarang ini,
sebagai masyarakat informasi, orang tidak bisa mengabaikan pengaruh media massa
pada dirinya. Apa yang orang lihat dan dengar akan diikuti oleh banyak orang.
Masyarakat tidak bisa betul-betul bebas dari intervensi media massa dan budaya
massa. Selama orang menonton TV, membaca koran, mendengarkan radio, lewat jalan
raya, surfing di internet, selama itu pula orang akan selalu mengalami realitas
yang langsung atau tidak langsung dibentuk oleh media massa.
Tidak banyak orang yang bisa selamat dari “serbuan” budaya massa tanpa “cedera” sedikit pun. Cocok dikatakan bahwa dunia, khususnya bangsa-bangsa di negara-negara berkembang bagaikan kumpulan bintang yang membentuk lubang hitam (black hole), seperti teori yang dipaparkan oleh Sthephen Hawking. Dengan gravitasi yang sangat kuat, lubang itu menyedot dan melumat apa saja yang mendekatinya. Budaya dan media massa telah membentuk sebuah lubang hitam kebudayaan yang menyerap siapapun ke dalamnya, tanpa pernah bisa keluar (Budiman, 2002:32). Sekarang tanpa sadar, kita sudah masuk ke dalam lubang hitam itu, dan menjadi bagian darinya selama-lamanya.
Baca Juga :
Budaya massa (populer)
bukanlah sesuatu yang sendirinya ada, ia adalah sebuah realitas yang memiliki
hubungan-hubungan sosial dengan pelbagai realitas lain dalam perkembangan
sosial dan kebudayaan masyarakat modern. Seperti halnya makna kecantikan
perempuan yang menjadi budaya massa, ada sesuatu yang mengatur agar makna itu
diterima oleh banyak orang, ada yang mengatur bagaimana mekanismenya atau
prosesnya, yaitu kapitalisme. Kapitalismelah yang bersembunyi di belakang hal
ini. Kapitalisme lewat media massa telah menciptakan suatu “standar”
kecantikan, dan dengan kekuatan modal (uang) dapat membuat hal ini tersebar ke
banyak negara. Tujuannya adalah agar para pemilik modal dapat menciptakan
kebutuhan terus- menerus, dan agar produk yang mereka ciptakan laku di pasaran,
tidak hanya di satu negara atau daerah saja, jika memungkinkan di seluruh
dunia.
Iklan adalah agen
propaganda gaya hidup dan kecantikan. Sebagai bagian dari gaya hidup, budaya
populer memaktubkan kekuatan provokasi dan seduksinya pada media massa,
terutama iklan sebagai representasi citraan. Karena itulah banyak disebut iklan
adalah karya seni pada abad 20. Sebagai propaganda kecantikan, iklan di tengah
masyarakat kontemporer hari ini sesungguhnya tidak lagi berurusan dengan
hal-hal yang sifatnya komersial, melainkan lebih menekankan pada kekuatannya
memproduksi dan mereproduksi citraan tentang sebuah realitas, yaitu citra
tentang wanita “cantik”.
Iklan kini tidak hanya menawarkan produknya, tetapi
menawarkan sebuah kebudayaan, sebuah image. Misalnya iklan sabun pemutih dan
shampoo akan membawakan sebuah image tentang rasa cantik yang terpancar dari
kulit putih atau rasa percaya diri karena rambutnya lurus dan berkilau. Di tengah
citraan itulah identitas dan imajinasi tentang kecantikan adalah berkulit putih
dan berambut lurus.
Coba perhatikan iklan-iklan yang ada di TV, internet, tabloid atau
majalah Indonesia, lihat model-model iklan yang ada di sana. Semua model wanita
yang dikatakan cantik memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu berkulit
putih, bertubuh langsing, berwajah mulus, berambut hitam lurus, muda,
fashionable, dan terlihat sehat dengan senyum di wajahnya. Jarang sekali
ditampilkan wanita yang bertubuh gemuk, berkulit hitam, memiliki rambut
keriting yang kusut dan tidak bercahaya, berketombe, dan berkulit kusam. Jika
mereka menjadi model dalam iklan, biasanya mereka diposisikan sebagai orang
yang mempunyai masalah dan ditawarkan solusi dengan menyarankan untuk
menggunakan produk yang diiklankan.
Baca juga:
3 Tahap Pembuatan Iklan Yang Kreatif!
3 Aspek Dampak yang Harus di Peroleh Dengan Adanya Iklan!
Baca juga:
3 Tahap Pembuatan Iklan Yang Kreatif!
3 Aspek Dampak yang Harus di Peroleh Dengan Adanya Iklan!
Dalam My theory of how
advertising work dikatakan bahwa iklan adalah refleksi budaya populer dan iklan
juga membuat atau membentuk budaya populer. Orang banyak belajar dari iklan
mengenai cara berpakaian, cara berbicara, gaya apa yang kini sedang tren, gaya
hidup apa yang sekarang digemari, merek-merek baju atau sepatu apa yang dirasa
“bonafide” dan bisa memberikan prestise pada orang. Perefleksian budaya populer
terlihat jelas dalam pemilihan dan penggunaan perempuan sebagai model iklan.
Pembentukan makna “cantik” semakin dikekalkan oleh iklan.
Iklan juga membentuk
budaya populer, misalnya tahun 1960-an, penggunaan parfum sebagai budaya
populer dimulai dari adanya iklan sabun di Amerika, industri parfum lalu mulai
menjamur. Gaya hidup yang lain seperti merokok bisa dibentuk oleh iklan, sebab
banyak iklan rokok yang menggambarkan seolah-olah orang (pria) yang merokok
adalah jantan, gagah dan berani, sehingga semakin banyak pria, terutama anak
muda, yang merokok akibat iklan yang mereka lihat. Anak-anak muda banyak
mengikuti gaya anak muda di Amerika dan Eropa dan menggunakan produk-produk
luar negeri seperti Nike, Adidas dan puluhan lainya. Iklan telah membuat image
tentang produk-produk itu sesuai dengan jiwa anak muda. Seperti dikatakan oleh
Giacciadi, iklan adalah acuan.
Apa yang ditampilkan dalam iklan adalah model
acuan. Model acuan dibangun berdasarkan sejumlah “idealisasi” dan proses
melebih-lebihkan Model acuan memberi
inspirasi dan semangat kepada kita agar kita menirukan mereka, mengikuti apa
yang dikatakan. Iklan berfungsi sebagai acauan yang lain, di mana masyarakat
sebagai sasaran iklan belajar bertindak, berbicara, dan berpikir. Iklan dalam
media massa telah membentuk suatu makna kecantikan. Semua yang kita tahu
tentang distorsi citra tubuh, diet kronis, bulimia, anorexia, dan kebencian
terhadap tubuh yang kegemukan, misalnya menunjuk pada adanya konsistensi di
antara perempuan di semua kelas sosial, kelompok umur, orientasi seksual, dan
kelompok ras serta etnik .
Source:
Dwi R. A. Ilmu Komunikasi, FISIP- UAJY
0 Response to "Inilah Hubungan Iklan dan Budaya Populer, Seberapa Besar Efek Keduanya untuk Kita?"
Posting Komentar