Kode Etika Pariwara PeriIklanan Indonesia Jadi Lebih Mengerti
Jumat, 24 November 2017
Add Comment
Etika adalah Ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral, Etiak
juga sangat erat dengan dunia periklanan seperti berkaitan dengan kepantasan,
kelayakan target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan.
Contoh Penerapan Etika Di
Indonesia
Iklan rokok seperti tidak
menampakkan secara eksplisit orang merokok
Iklan pembalut wanita tidak
memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut
Iklan sabun mandi tidak
memperlihatkan orang mandi secara utuh
Etika Periklanan Secara Umum
seperti :
Jujur dalam artian tidak
memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
Tidak memicu konflik SARA
Tidak mengandung pornografi
Tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku.
Tidak melanggar etika bisnis
seperti, saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
Jadi itulah penerapan etika
dan etika periklanan, namun ada juga Etika Pariwara Indonesia atau di singkat
menjadi EPI. EPI telah disepakati oleh Organisasi Periklanan dan Media Massa di
tahun 2005.
Berikut isi beberapa etika
periklanan yang terdapat dalam catatan EPI :
Tata Krama Isi Iklan Etika Pariwara Iklan Indonesia
1. Tentang Penggunaan Hak
Cipta, Jika penggunaan materi bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis
dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Kedua mengenai Bahasa
Iklan
a. Iklan harus disajikan
dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan
persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang
dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
b. Tidak boleh menggunakan
kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata
berawalan “ter“.
c. Penggunaan kata ”100%”,
”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan
dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
d. Penggunaan kata ”halal”
dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh
sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*):
a. Tanda asteris tidak boleh
digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi
khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang
diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.
b. Tanda asteris hanya boleh
digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu
pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata
”Satu-satunya”
Iklan tidak boleh
menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas
menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal
tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”
Kata “gratis” atau kata lain
yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen
harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga
harus dicantumkan dengan jelas.
6. Pencantum Label Harga
Jika harga sesuatu produk
dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga
konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi
Jika suatu iklan
mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar
jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang
(warranty)
a. Syarat-syarat
pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara
lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya
pengembalian uang.
b. Pengiklan wajib
mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul
Iklan tidak boleh
menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan
orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10. Kekerasan
Iklan tidak boleh langsung
maupun tidak langsung menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi
kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan
Iklan tidak boleh
menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia
tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak
Pribadi
Iklan tidak boleh
menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat
massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak
merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi
Boleh dilakukan sepanjang ia
semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat
jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah
persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse
time)
Iklan yang menampilkan
adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu,
harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan
Iklan tidak boleh
menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain
terhadap makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang
a. Penampilan dan perlakuan
terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam
pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan.
b. Iklan tidak boleh
menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya
dengan cara-cara yang tidak sah.
c. Iklan pada media cetak
tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna
ataupun hitam-putih.
d. Penampilan uang pada
media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen
(testimony)
a. Pemberian kesaksian hanya
dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok,
golongan, atau masyarakat luas.
b. Kesaksian konsumen harus
merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk
melebih-lebihkannya.
c. Kesaksian konsumen harus
dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen
tersebut.
d. Identitas dan alamat
pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat
diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari
dan jam kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement)
a. Pernyataan, klaim atau
janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh
penganjur. b. Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan
mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan
a. Perbandingan langsung
dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan
kriteria yang tepat sama.
b. Jika perbandingan
langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu
penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut
harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi
penyelenggara riset tersebut.
c. Perbandingan tak langsung
harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga
Hanya dapat dilakukan
terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan
penjelasan atau penalaran yang memadai.
21. Merendahkan
Iklan tidak boleh
merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan
a. Iklan tidak boleh dengan
sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan
produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan
tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi
musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan,
bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar,
komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan
properti. (b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih
dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga
kurun dua tahun terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan
Statistik
Iklan tidak boleh
menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan
khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk
Iklan hanya boleh dimediakan
jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan Hadiah
Iklan tidak boleh menyatakan
“selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi
Iklan tidak boleh
mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan
atau alasan apa pun.
27. Khalayak Anak-anak
a. Iklan yang ditujukan
kepada khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu
atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan,
kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka.
b. Film iklan yang ditujukan
kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-anak dan tidak
menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan
atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “Bimbingan Orang tua” atau
simbol yang bermakna sama.
Selain mengatur Tata Krama
Isi Iklan, EPI juga mengatur dalam Ragam Iklan.
Tata Krama Ragam Iklan
Contoh Iklan minuman keras maupun
gerainya hanya boleh disiarkan di media non massa
Iklan rokok tidak boleh
dimuat pada media periklanan yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17
tahun dll.
Tata Krama Pemeran Iklan
Contoh Tata Krama Pemeran
Iklan, Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang
berbahaya, Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan, atau
mengornamenkan perempuan sehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat,
harkat, dan martabat mereka dan lain-lain.
Tata Krama Wahana Iklan
Contoh seperti Iklan untuk
berlangganan apa pun melalui SMS harus juga mencantumkan cara untuk berhenti
berlangganan secara jelas, mudah dan cepat
Iklan-iklan rokok dan produk
khusus dewasa hanya boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu
setempat, dll.
Nah, ternyata tata cara Etika yang terkandung dalam amandeman EPI sungguh komplit, sebagai pengamat kecil iklan di TV perjalanan Iklan di TV memanga wajar-wajar saja dan masih sesuai dengan Kode Etik EPI.
0 Response to "Kode Etika Pariwara PeriIklanan Indonesia Jadi Lebih Mengerti"
Posting Komentar